ZMedia Purwodadi

Wanita Lebih Overthinking Dibanding Pria, Kenapa?

Daftar Isi

Overthinking bukan hanya kebiasaan buruk dalam berfikir berlebihan, overthinking adalah sebuah labirin yang membuat banyak orang terjebak didalamnya. Menariknya, wanita lebih banyak terjebak dalam labirin overthinking ini. Hal ini bukan hanya sebuah narasi. Menurut studi asal journal of Alzheimer's Disease, perempuan memang lebih overthinking dari pada pria. Pada survei brain imaging terbesat yang pernah dilakukan para peneliti asal amen clinic di California juga membuktikan bahwa otak wanita lebih aktif pada area korteks frontal. Dimana area ini melibatkan penekanan dan kontrol impuls, dan area emosional limbik otak yang berkaitan menggunakan mood atau suasana hati dan kecemasan. Dalam penelitian tersebut juga ditemukan bahwa peredaran darah pada otak wanita lebih tinggi. Kondisi ini yang menaikkan kesamaan untuk mengalami kecemasan, depresi, sulit tidur, dan gangguan makan. 

Kenapa Lebih Banyak Wanita yang Overthinking Dibanding Pria

Selain peredaran darah yang lebih tinggi, berikut adalah beberapa alasan mengapa wanita lebih sering overthinking daripada pria. Trantruman akan membahas dari berbagai sisi mulai dari sisi biologis, sosial hingga psikologis. Simak artikel lengkapnya.

Faktor biologis dan hormonal

Hormonal menjadi salah satu penyebab utama mengapa wanita lebih serin overthinking dibandingkan dengan pria. Wanita memiliki kadar hormon estrogrn dan oksitosin lebih tinggi dibandingkan denga pria. Hormon ini berperan besar dalam mengatur emosi dan empati. Kadar hormon yang lebih tinggi pada wanita ini seringkali menyebabkan sensitivitas yang lebih terhadap tekanan emosional. 

Fluktuasi hormonal selama dalam siklus menstruasi bisa menjadi pemicu perubahan suasana hati secara drastis. Pada fase ini seringkali wanita mengalami kecemasan,suasana hati rendah, dan peningkatan pikiran negatif. Selain dua hormon tadi, studi juga menunjukkan bahwa tubuh wanita lebih sensitif terhadap hormon kortisol. Ini memperbesar peluang terjadinya kecemasan berkepanjangan

Bagaimana hormon mempengaruhi cara berfikir

  • Hormon estrogen bekerja untuk meningkatkan sensitivitas pada otak terhadap stres dan emosi.
  • Hormon eksotosin membuat wanita lebih fokus pada hubungan dan empati

Kebiasaan sosial sejak kecil

Anak perempuan sering kali diajarkan untuk mengenali dan mengungkapkan emosi. Mereka diarahkan untuk menjadi lebih pengertian, lembut, dan responsif terhaddap kebutuhan orang lain. Pelajaran ini kemudian membuat wanita memiliki emosional awareness yang tinggi, namun juga cenderung menyerap emosi negatif secara mendalam.

Dibandingkan dengan pria, wanita yang tumbuh menjadi people pleasure lebih banyak jumlahnya. Budaya patriarki juga menambah beban pada perempuan yang sudah tertanam memiliki peras sebagai "penjaga perasaan orang lain". Budaya yang menanamkan perempuan selalu menjadi pemaaf ini, membuat banyak perempuan menyalahkan diri sendiri ketika harapan tidak sesuai atau harapan tidak bisa dipenuhi.

Bahaya jadi wanita yang selalu menjaga perasaan orang lain

  • Wanita yang sering mengutamakan perasaan orang lain akan lebih mudah mengalami stress dan kelelahan.
  • Kehilangan jati diri juga bisa terjadi kepada wanita yang seringkali mengabaikan perasaannya demi menjaga perasaan orang lain

Tekanan sosial dan ekspetasi ganda

Seiring perkembangan zaman, wanita semakin banyak dituntut. Di dunia yang semkin modern ini, wanita dituntut untuk menjalankan banyak peran sekaligus. Wanita dituntut untuk menjadi cantik, sukses, lembut, dewasa, sabar, dan tetap bisa menjadi ibu dan pasangan yang ideal.Tekanan terhadap ekspetasi ini yang kemudian menekan mental yang menyebabkan banyak perempuan mengalami overthinking. 

Selain tekanan mental, kondisi ini menciptakan ketakutan yang seringkali tidak disuarakan, tapi tertanam dalam pikiran yang terus menerus hingga akhirnya mengendap sebagai oeverthinking. 

Tuntutan secamam ini semakin diperparah dengan adanya media sosial. Yang dimana wanita dibombardir oleh standar ideal dari berbagai arah. Misalnya, fisik, karier, gaya hidup dan relasi. Seringkali konten seperti ini membuat wanita kemudian membandingkan dir mereka secara konstan dan ketika rasa"kurang" itu muncul, disitulah rasa cemas akan muncul.

Sampai kapan wanita dituntut harus bisa

  • Fakta dilapangan menunjukkan semakin hari, wanita semakin dituntut menjadi sempurna.
  • Ekspetasi ini tidak akan ada habisnya, wanita hanya perlu mengatakan "cukup" kepada orang lain dan "ya" untuk diri sendiri.

Gaya komunikasi emosional

Tidak seperti laki-laki, wanita lebih verbal dan ekspresid dalam hal emosi. Wanita terbiasa memproses perasaan dengan kata-kata,baik melalui curhat, tulisan ataupun dialog batin. Jika hal ini tidak memiliki ruang atau tidak ada akses untuk berbicara, kemudian emosi yang seharusnya keluar justru akan berputar dalam pikiran. Ketidakmampuan dalam menyalurkan perasaan ini akan memicu ledakan pikiran yang berulang atau yang kita sebut overthinking.

Curhat bisa jadi solusi?

  • Curhat bisa membantu perempuan menyalurkan emosi yang terpendam 
  • Curhat sejatinya adalah bentuk overthinking yang menyamar

Resiko gangguan mental lebih tinggi

Kasus trauma banyak ditemukan pada perempuan,baik dalam bentuk pelecehan, penelantaran emosional, atau kekerasan verbal. Luka-luka ini seringkali tidak mendapatkan ruang pemulihan yang sehat. Hal ini menyebabkan luka ini tersimpan sebagai ketakutan dan kecemasan. Yang kemudian akan muncul kembali dalam bentuk overthinking.

Relasi yang penuh tekanan atau manipulatif juga ikut berperan. Perempuan yang mengalami hubungan tidak sehat cenderung menyimpan emosi lebih lama dan sulit membedakan antara intuisi dan rasa takut.

Apakah wanita zaman sekarang lebih rantan overthinking dibanding generasi sebelumnya?

Jawaban singkat dari pertanyaan diatas adalah ya. Dan berikut adalah beberapa alasannya mengapa perempuan zaman modern lebih rentan overthinking:

  • Akses informasi berlebihan: Jika dulu perempua hanya berfokus pada sekitarnya, kini perempuan bisa melihat lebih dari 10 standar hidup di sosial media
  • Bertambahnya peran tapi ekspetasi sama: Wanita modern dituntut menjadi ibu, istri, anak, karyawan, pemilik usaha, teman, dan masih banyak lagi. Sayangnya ekspetasi masyarakat terhadap perempuan tetap sama. Harus sabar, penyayang, lembut, pengertian, dan cantik.
  • Lebih sadar diri, tetapi juga kritis terhadap diri sendiri: Kesadaran akan kesehatan meningkat, tetapi menjadi tekanan yang baru. Setiap emosi harus dipahami, setiap keputusan harus bermakna, dan setiap kesalahan harus dicari akar traumanya. Self-awareness yang seharusnya membebaskan, malah berubah jadi self-pressure.
  • Minimnya ruang aman untuk ekspresi emosi: Curhat kini sering dianggap drama. Perempuan jaman dulu tidak tahu bagaimana menyalurkan emosi karena seringkali dianggap tabu. Misalnya saja pada kasus KDRT. Generasi sekarang tahu, tapi tidak punya tempat aman untuk melakukannya.
  • Normalisasi hustle culture: Budaya ini merambah ke segala kalangan termasuk ke wanita. Overthinking tumbuh dari tekanan untuk membuktikan diri. Padahal seperti yang kini banya diperdebatkan, menjadi seseorang yang cukup itu memang sudah cukup. Seperti menjadi seorang istri saja. menjadi seorang ibu rumah tangga saja. 
  • Pilihan yang lebih banyak: Hari ini wanita memiliki banyak piliha. Seperti bisa lanjut kuliah, atau membangun bisnis, atau menikah dengan konglomerat. Namun kemudian pilihan-pilihan itu memicu ketakutan seperti "bagaiman jika aku salah pilih?". Pikiran ini menjadi pemicu baru dari overthinking.

Cara agar wanita bisa meminimalisir overthinking

  • Tulis, jangan hanya simpan di kepala
  • Bikin batas waktu untuk overthinking 
  • Bicara dengan orang yang tepat dan membuat nyaman untuk menjadi diri sendiri
  • Kenali pemicu emosional
  • Lakukan grounding saat pikiran mulai liar
  • Berhenti membandingkan diri lewat sosial media
  • Berlati "let it be" dan memaafkan diri
  • Isi waktu dengan aktivitas yang membuatmu lupa, punya hobi

Pemulihan

Overthinking pada perempuan bukanlah kelemahan, tetapi hasil dari sistem yang membentuk mereka untuk terlalu banyak bertanggung jawab atas segalanya—emosi sendiri, perasaan orang lain, citra sosial, dan ekspektasi dunia.

Solusinya bukan hanya pada teknik relaksasi atau manajemen stres, tapi juga pada perubahan budaya yang memberi perempuan ruang untuk jadi manusia seutuhnya: bisa salah, bisa lelah, dan bisa berkata tidak.

Pemulihan bukan tentang berhenti berpikir, tapi tentang mencintai diri sendiri cukup dalam untuk berhenti menyiksa diri.

Dan untuk setiap perempuan yang sedang berusaha keluar dari pusaran overthinking, ingat: kamu nggak sendirian. Ada tempat untukmu. Ada cerita yang bisa ditulis ulang.

Posting Komentar

Baca Juga :