ZMedia Purwodadi

Tiktoker Madiun Dilaporkan Cabup Madiun Ke Polisi

Table of Contents

Tiktoker Madiun di laporkan calon bupati madiun
Tiktoker Madiun di laporkan calon bupati madiun

Konten TikTok Jurnalis Sugeng Harianto Berujung Pelaporan Pencemaran Nama Baik: Kasus Cawabup Madiun Purnomo Hadi

Sugeng Harianto, jurnalis Detikcom Biro Jawa Timur atau DetikJatim yang juga seorang TikTokers, dilaporkan ke polisi oleh dr. Purnomo Hadi, calon wakil bupati (Cawabup) Madiun. Tuduhan yang dilayangkan adalah pencemaran nama baik akibat unggahan video di akun TikTok Sugeng, @Sugeng_info. Laporan ini merupakan kelanjutan dari unggahan Sugeng pada 24 Oktober 2024, yang berisi video Cawabup Purnomo bersama Cabup Hari Wuryanto, pasangan calon (paslon) dari kubu “Harmonis”, saat keduanya berjalan memasuki lokasi debat publik pertama di Kecamatan Saradan, Madiun. 


Sugeng Harianto diketahui menyertakan tangkapan layar dari berita DetikJatim yang memuat informasi tentang pemeriksaan dan penggeledahan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di RS Dolopo, tempat di mana dr. Purnomo sebelumnya menjabat sebagai Direktur selama tujuh tahun. Video itu, yang kemudian beredar luas di media sosial, mengundang reaksi dari dr. Purnomo yang merasa hal ini mencemarkan nama baiknya.


Isi dan Reaksi dari Video Sugeng Di tiktok

Video TikTok tersebut berisi momen Cawabup Purnomo berjalan bersama dengan Cabup Hari Wuryanto, yang keduanya merupakan pasangan calon dari kubu "Harmonis". Keduanya tampak dikerumuni para pendukung saat hendak memasuki lokasi debat publik. Dalam video yang dipermasalahkan ini, Sugeng menyisipkan tangkapan layar yang merujuk pada laporan berita DetikJatim terkait audit oleh BPK di RS Dolopo, tempat dr. Purnomo pernah menjabat. Tindakan Sugeng ini dinilai dr. Purnomo sebagai tindakan yang merugikan dan dapat mencemarkan nama baiknya.


Menurut keterangan Sugeng, ia menambahkan keterangan yang jelas tentang sumber berita sebagai bentuk tanggung jawab jurnalistik. Sugeng juga mengaku bahwa unggahan tersebut dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada publik, khususnya menanggapi salah satu komentar yang menyebut pasangan calon (paslon) Harmonis dalam kolom komentar TikTok. Sugeng menegaskan bahwa video yang ia unggah tidak dimaksudkan untuk menyerang pribadi dr. Purnomo, melainkan untuk menyediakan informasi yang relevan bagi masyarakat, terutama karena posisi dr. Purnomo yang dulu pernah menjadi Direktur RS Dolopo sebelum mencalonkan diri sebagai Wakil Bupati Madiun.


Proses Hukum dan Pandangan Jurnalis

Sugeng menyatakan akan mengikuti proses hukum dengan kooperatif dan telah memberikan keterangan pada 1 November 2024. Ia menyerahkan sepenuhnya penyelesaian kasus ini kepada pihak kepolisian Madiun dan menyatakan keyakinannya bahwa ia telah mematuhi etika jurnalistik dengan mencantumkan sumber dari berita yang ia gunakan.


“Pada keterangan video yang saya upload, sudah saya beri keterangan sumber Detikcom. Saya pikir menurut saya saat hari H debat publik itu, masyarakat bebas tahu dengan saya memposting. Saya memposting dengan membalas salah satu komentar yang menyebut paslon Harmonis, agar mereka tahu juga kalau Calon Wakil Bupati dari Harmonis itu mantan Dirut RSUD Dolopo,” ujar Sugeng.


Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Madiun AKP Agus Andi Abto Prabowo mengonfirmasi adanya laporan dari dr. Purnomo Hadi terkait dugaan pencemaran nama baik ini. Menurutnya, laporan tersebut sedang dalam proses, dan pihaknya akan memanggil saksi, baik pelapor maupun terlapor, untuk menggali informasi lebih lanjut. Selain itu, polisi juga akan melibatkan saksi ahli untuk menganalisis konten dan konteks dari video yang diunggah oleh Sugeng.


Analisis Hukum: UU ITE Pasal 27 Ayat (3) Kasus Tiktoker Dengan Cabup Madiun


Kasus yang melibatkan Sugeng Harianto ini diatur oleh Pasal 27 Ayat (3) UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik). Pasal ini menyatakan bahwa seseorang dilarang dengan sengaja mendistribusikan atau mentransmisikan konten elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik. Undang-Undang ITE kerap kali dipakai dalam kasus serupa, terutama menyangkut konten yang dipublikasikan di media sosial dan dianggap merugikan nama baik pihak tertentu.


Di sisi lain, terdapat kontroversi mengenai penerapan UU ITE, terutama Pasal 27 Ayat (3), karena sering dianggap mengekang kebebasan berekspresi dan berekspresi di media sosial. Banyak kalangan menilai bahwa aturan ini kurang memberikan batasan yang jelas antara kritik yang membangun dan penghinaan atau pencemaran nama baik. Situasi ini seringkali berujung pada laporan-laporan yang mempersoalkan konten-konten kritis sebagai pencemaran nama baik, seperti yang terjadi pada kasus Sugeng.


Pandangan Ahli: Interpretasi UU ITE dan Implikasinya terhadap Kebebasan Pers


Menurut salah satu pakar hukum dari Universitas Indonesia, Dr. Rina Sari, penerapan UU ITE memang dapat berimplikasi pada kebebasan pers. “Pasal ini cukup kontroversial, karena batasannya kadang tidak jelas antara menyampaikan kritik, menyebarkan informasi, atau sekadar menyinggung nama pihak tertentu. Dalam kasus seperti ini, penting untuk melihat apakah konten yang disebarluaskan memang dimaksudkan untuk mencemarkan nama baik atau hanya sebagai bentuk informasi yang didasarkan pada fakta,” jelas Dr. Rina.


Dr. Rina juga menambahkan bahwa di dalam dunia jurnalistik, penggunaan konten media sosial sebagai sumber informasi memang sah-sah saja, asalkan disertai dengan fakta pendukung yang kuat. Dengan demikian, para jurnalis diimbau untuk memperhatikan sensitivitas konten, khususnya yang berkaitan dengan figur publik yang tengah mencalonkan diri dalam pemilu atau kegiatan politik lainnya.


Kebebasan Berekspresi di Media Sosial dan Tantangan Jurnalis


Kasus ini juga menggarisbawahi tantangan bagi para jurnalis dan kreator konten di media sosial. Sugeng sebagai jurnalis dan kreator TikTok, merupakan bagian dari fenomena jurnalis yang memanfaatkan platform media sosial untuk menyebarkan berita. Sebagai seorang jurnalis, Sugeng berpendapat bahwa kontennya adalah bentuk dari kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab. Namun, pada saat yang sama, tanggung jawab ini bisa disalahpahami oleh pihak yang merasa dirugikan, seperti dr. Purnomo.


Dalam konteks ini, kasus Sugeng menggarisbawahi pentingnya panduan etik bagi para jurnalis dalam menggunakan media sosial sebagai medium pelaporan. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan jurnalis dalam menyeimbangkan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan hak individu menjadi semakin relevan.


Kesimpulan: Pencarian Keadilan dan Perlindungan Hak Individu


Kasus antara Sugeng Harianto dan dr. Purnomo Hadi mencerminkan dilema yang dihadapi oleh masyarakat digital saat ini. Di satu sisi, ada kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh undang-undang, dan di sisi lain, ada perlindungan hak individu dari tindakan yang merugikan. 


Penerapan UU ITE terhadap kasus-kasus serupa sering menjadi perdebatan, terutama karena UU ini kadang kala dipandang sebagai instrumen hukum yang bisa mengekang kebebasan berpendapat. Kasus ini dapat menjadi referensi bagi pemerintah dan masyarakat untuk melihat apakah UU ITE perlu direvisi agar lebih jelas dalam mengatur batasan antara kritik yang membangun dan pencemaran nama baik.


Sebagai bentuk penutup, kita dapat berharap bahwa kasus ini akan diselesaikan dengan adil, tanpa mengesampingkan hak kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Jurnalis dan masyarakat umum diharapkan semakin bijak dalam menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi, dengan tetap menghormati hak privasi serta menjaga etika dalam menyebarkan informasi.

Post a Comment

Baca Juga :